Menyibak Sifat Qur'ani Akhlak Rasulullah SAW

Menyibak Sifat Qur'ani Akhlak Rasulullah SAW
Menyibak Sifat Qur'ani Akhlak Rasulullah SAW
Kata akhlak dalam bahasa arab berasal dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Jadi akhlak adalah budi pekerti atau tingkah laku yang sesuai dengan tujuan penciptaannya manusia yaitu sebagai khalifah dimuka bumi ini. Nabi Muhammad sebagai utusan Allah diutus untuk menyempurnakan akhlak yaitu menyempurnakan akhlak dari nabi-nabi sebelumnya yang tujuannya sebagai rahmatan lil ‘alamin (QS.21:107).

Rasulullah Muhammad SAW tidak hanya untuk umat Islam saja, melainkan untuk manusia dan sekalian alam semuanya akan mendapatkan rahmat dari Tuhan jika mengikuti akhlaq Muhammad.

Lalu bagaimana karakter akhlak Rasulullah Muhammad SAW tersebut?, akhlaknya adalah Al-Quran al-karim.

Al-Quran yang sesunguhnya bukanlah mushaf yang sering kita baca, tetapi ia berada di dalam dada orang yang berilmu (QS.29:49). Tidak ada yang bisa menyentuhnya atau memahaminya kecuali orang orang yang yang disucikan (QS.56:79). Al-quran sebagai teks sampai kapanpun akan diam, dan ia berbicara, bertindak dan memberi makna setelah manusia mengamalkannya.

Hanya atas kesadaran orang-orang yang berilmulah Al-Quran akan terasa kebenarannya. Umat Islam seringkali membaca teks Al-quran tiap hari bahkan 30 jus hatam dalam sehari, mereka beranggapan bahwa pahalanya sudah bergitu banyak tinggal mengalikan 1 huruf dengan 10 pahala. Mereka mementingkan kemasan dari pada isi, tunduk pada formalitas dan lupa pada esensi. Mereka membaca teks Al-Quran sampai berbusa tetapi dalam pelaksanaannya nol. Lebih parahnya lagi mereka tidak tahu maksud dari apa yang mereka baca.

Akhlak Rasulullah SAW yang termaktub dalam Al-Quran diperintahkan untuk menyantuni anak yatim dan memberi makan fakir miskin (QS.107:2-3). Tetapi mereka lebih asyik menghafalkan untuk sekedar syarat dalam bacaan shalat, tetapi tidak peduli terhadap tetangga sekitar yang sedang kelaparan dan kepada anak yatim yang sedang terlantar. Kondisi ini yang membuat Islam semakin sempit dan hanya terbatas pada urusan hafal menghafal, khataman dan lain macam sebagainya.

Kalimat "Bismillahirrahmanirrahim" yang artinya dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, dibaca sebelum melakukan tindakan apapun tetapi dalam kelakuannya tidak mencerminkan sifat pengasih dan penyayang kepada sesamanya malah yang ada pertikaian antar kelompok, fitnah, dan saling membunuh.

Banyak juga yang telah mengklaim sudah kembali kepada Al-Quran namun prakteknya sangat jauh dari pesan moral Al-Quran. Jihad seringkali diartikan sebagai mengangkat pedang dan senjata untuk berperang mempertahankan agama, sementara jihad melawan nafsu angkara murka terlupakan untuk dilaksanakan.

Dalam memahami Al-Quran bukan tubuh kita yang disucikan melainkan pikiran kita yang harus disucikan dengan membuang rasa was-was dan energi negatif dari luar yang semuanya berasal dari bisikan syetan. Allah mengingatkan “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”(QS.16:98).

Perintah Allah tersebut pada dasarnya bukan sekedar perintah untuk membaca ta’awudz melainkan meminta perlindungan kepada Allah agar pikiran kita di bersihkan dari gangguan syaitan. Sehingga kebenaran Al-quran yang sejatinya berada di dada orang yang berilmu dapat di sentuh dan dipahami. Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan Al-quran hanya dapat dijamah oleh orang-orang yang disucikan.

Semoga Akhlak Rasulullah SAW yang merupakan pengejewantahan sifat Qur'ani menjadi sebuah teladan bagi kita umat Islam dalam menjalani kehidupan. Wallahu'alam.(*)


Ditulis Oleh :
Kamiludin, S.Kep.,Ners
Tergabung dalam FOKAL IMM Jember
Eksekutif LAZISMU Kabupaten Jember
Lebih baru Lebih lama