Akademisi Ilmu Komunikasi Unmuh Jember Tanggapi Kontroversi Pembahasan RUU Penyiaran

Dosen Ilmu Komunikasi FISIPOL Unmuh Jember Suyono, SH., M.I.Kom. (Humas Unmuh Jember/JemberMu.com)


Jember, 21 Mei 2024 - Menyikapi kontroversi pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang dibahas di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jember (Unmuh Jember), Suyono, SH., M.I.Kom, mengungkapkan pandangannya mengenai pentingnya reorientasi tugas dan fungsi anggota DPR RI.

Menurut Suyono, DPR RI yang seharusnya merupakan representasi kedaulatan rakyat, harus lebih fokus dalam menyuarakan kepentingan rakyat yang mereka wakili, terutama dalam menjalankan tugas legislasi. "DPR seharusnya menjadi perpanjangan tangan rakyat, bukan hanya melindungi kepentingan pemerintah atau kelompok elit lainnya," tegasnya.

Suyono menyoroti sikap DPR RI yang cenderung reaksioner terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya media. Ia mengkritik bahwa DPR sering kali tidak melibatkan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi baru, seperti yang diamanatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020.

"Sejumlah pakar media dan lembaga media, termasuk Dewan Pers, mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan draf revisi RUU Penyiaran, baik dalam proses dengar pendapat maupun proses pembahasan lainnya," jelas Suyono. Hal ini menyebabkan draf revisi RUU Penyiaran tidak merujuk pada UU No.40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), sehingga wajar menimbulkan kontroversi.

Salah satu pasal yang paling krusial, menurut Suyono, adalah Pasal 50 B Ayat (2) RUU Penyiaran, yang melarang penayangan konten eksklusif jurnalisme investigasi. Pasal ini dianggap bertentangan dengan semangat UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. "Pasal ini tampaknya sebagai reaksi penguasa untuk membatasi aktivitas jurnalisme investigasi yang dikembangkan para jurnalis media melalui platform media sosial," ungkapnya.

Selama ini, jurnalisme investigasi seringkali digunakan sebagai bahan diskusi publik melalui media sosial, dengan informasi dan data lengkap dipublikasikan melalui media massa. "Jurnalisme investigasi merupakan produk pers yang harus dijamin kebebasannya," tambah Suyono.

Ia berharap anggota Baleg DPR RI segera melibatkan Dewan Pers, pakar jurnalistik/penyiaran, dan organisasi profesi wartawan dalam pembahasan draf revisi RUU Penyiaran tersebut. "Pelibatan media diharapkan dapat meredam gejolak di kalangan awak media sekaligus mengakhiri polemik terkait kontroversi RUU Penyiaran yang semakin tajam," tutupnya.



Penulis : Suyono, SH., M.I.Kom.

Lebih baru Lebih lama