Histori, Diskriminasi Dan Hegemoni Pria Atas Wanita

Histori, Diskriminasi Dan Hegemoni Pria Atas Wanita
Wanita Muslimah
Cendekiawan Rusia, Anton Nomiliov dalam bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul The Biological Tragedy of Woman menguraikan secara panjang lebar perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita berdasarkan pertimbangan ilmiah dan kenyataan-kenyataan yang ada. 

Pandangan itu diperkuat oleh sejarawan Perancis Maurice Bardeche dalam bukunya Histoire De Femmes yang menyatakan bahwa baik fisik maupun psikis antara lelaki dan perempuan memang memiliki perbedaan tertentu. 

Menurut hemat penulis, berbagai perbedaan itu bukan untuk dipertentangkan, justru perbedaan tersebut menjadi harmoni penciptaan yang saling mengisi dan melengkapi. Antara pria dan wanita perlu dibangun saling pengertian agar terjalin sinergisitas kehidupan. Bukan justru melegalkan diskriminasi, dominasi, dan hegemoni patriarki. 

Agaknya dipandang betul ungkapan banyak pihak bahwa “Wanita hadir untuk dimengerti”. Dalam hal ini menarik dicermati hasil temuan Prof. Reek, pakar Psikologi Amerika yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian tentang pria dan wanita bahwa kalimat yang paling indah didengar oleh wanita dari pria adalah “Kekasihku, sungguh aku cinta padamu”. Sedang kalimat yang indah diucapkan oleh wanita pada pria yang dicintainya adalah “Aku bangga padamu”.1

Namun fakta sejarah tak seindah teori yang terucap. Dalam lintasan sejarah, faktanya wanita tertindas, tersubordinasi dan jatuh bangun memperjuangkan nasibnya sendiri. Perempuan diperjualbelikan, bahkan terkadang diperlakukan layaknya benda mati. 

Al Mubarakfury (2010) memaparkan bagaimana kondisi wanita Arab sebelum Islam datang, “banyak laki-laki mendatangi seorang perempuan dan menyetubuhi wanita tersebut secara bergantian, sedang wanita ini tidak menolak siapapun yang mendatanginya. Jika dia hamil dan melahirkan, laki-laki yang pernah mendatanginya tersebut berkumpul lalu diundang ahli pelacak (al-qafah). Orang yang ahli ini kemudian menentukan nasab si anak tersebut dengan mencocokkan kemiripannya dengan si anak lantas diputuskanlah si anak tersebut sebagai anaknya. Dalam hal ini, si laki-laki yang ditunjuk tidak boleh menyangkal”.2 

Bahkan ilustrasi dalam Q.S. An-Nahl: 58-59 menyatakan :
وإذا بشر أحدهم بالأنثى ظل وجهه مسودا وهو كظيم. يتورى من القوم من سوء ما بشر به. أيمسكه على هون أم يدسه في التراب. ألا ساء ما يحكمون.

Padahal, apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya kedalam tanah (hidup-hidup). Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu”.

Pada zaman jahiliyah dulu, anak perempuan yang akan ditanam hidup-hidup diminta oleh ayahnya agar ibunya menghiasinya terlebih dahulu dengan alasan akan dibawa menemui keluarga atau familinya. Setibanya di tempat yang dituju dan setelah sang ayah menggali lubang, ia menyuruh anaknya melihat ke lubang itu, lalu dijerumuskan dan ditanam hidup-hidup. 

Biasanya, anak perempuan itu telah mencapai usia 6 tahun. Ada juga ibu-ibu yang sengaja melahirkan di depan sebuah lubang yang disiapkan terlebih dahulu, dan bila ternyata anaknya perempuan langsung saja menanamnya hidup-hidup di lubang yang telah disiapkan itu. Konon, yang pertama melakukan pembunuhan sadis dengan cara membenamkan hidup-hidup anak perempuan adalah Bani Rabi’ah, diikuti oleh Bani Kindah dan sebagian anggota suku Bani Tamim. 

Suku Quraisy dengan berbagai cabang-cabang keturunannya tidak mengenal kebiasaan buruk ini. Karena itu, riwayat yang mengatakan bahwa Umar bin Khattab pernah menanam hidup-hidup putrinya tidak dinilai sebagai riwayat yang sahih oleh pakar-pakar sejarah. Riwayat ini juga tertolak karena putri beliau, Hafshah RA yang lahir sebelum masa kenabian masih hidup bahkan menjadi isteri Rosululloh Muhammad SAW.3

Salah satu alasan Arab jahiliyah membunuh anak wanitanya adalah anak wanita dianggap tidak produktif sebagaimana ungkapan mereka :
نصرها بكأ وبرها سريقة

Pembelaannya hanya tangisan dan pengabdiannya adalah mencuri”. 
Maksudnya adalah seorang isteri mencuri harta suami untuk diberikan kepada orang tuanya.4 Senada dengan itu, Psikolog wanita Cleon Dalon sebagaimana dikutib oleh Murtadha Muthahhari dalam bukunya نظام حقوق المرأة menyatakan, “Menurut hematku, perempuan berjalan dibawah pimpinan perasaan, sedang lelaki dibawah pertimbangan akal. Kelemahan utama wanita adalah pada perasaannya yang sangat halus”.5 


Betulkah wanita lemah?, Betulkah wanita dikendalikan oleh perasaannya?, Untuk menjawab ini Penulis menampilkan Hadis Shohih yang termuat dalam kitab رياض الصالحين karya Imam Nawawi berikut:
مات ابن لأبي طاحة من أم سليم. فقالت لأهلها : لا تحدثوا أبا طاحة بابنه حتى أكون أنا أحدثه, فجاء فقربت إليه عشاء فأكل وشرب, ثم تصنعت له أحسن ما كانت تصنع قبل ذلك, فوقع بها. فلما أن رأت أنه قد شبع وأصاب منها قالت : يا أبا طاحة, أرأيت لو أن قوما اعاروا عاريتهم أهل بيت فطلبوا عاريتهم, ألهم أن يمنعوهم ؟ قال : لا. فقالت : فاحتسب ابنك. قال فغضب, ثم قال : تركتني حتى إذا تلطخت ثم أخبرتني بابني ؟ فانطلق حتى أتى رسول الله فأخبره بما كان, فقال رسول الله "بارك الله في ليلتكما",قال فحملت.

Anak laki-laki dari pasangan Abu Tholhah dan Ummu Sulaim meninggal dunia. Lantas Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, “Jangan kalian beritahu Abu Tholhah tentang putranya sampai aku sendiri yang memberitahunya”. Saat Abu Tholhah pulang, Ummu Sulaim pun menyuguhkan makan malam untuknya, lalu dia pun makan dan minum. Kemudian Ummu Sulaim berdandan secantik mungkin untuk suaminya, padahal sebelumnya ia tidak pernah berdandan seperti itu, hingga Abu Tholhah tertarik dan menyetubuhinya. Setelah melihat Abu Tholhah kenyang dan mendapat kenikmatan darinya, Ummu Sulaim bertanya, “Wahai Abu Tholhah, bagaimana pendapatmu jika ada sekelompok orang yang meminjamkan barang-barang mereka pada suatu keluarga, lalu mereka meminta kembali pinjaman tersebut, apakah keluarga itu berhak menolak mereka? “Tidak” Jawab Abu Tholhah. Maka Ummu Sulaim berkata, “Kalau begitu relakanlah putramu”. Serta merta Abu Tholhah marah seraya berseru, “Mengapa kamu biarkan aku dalam kedaan penuh kotoran (karena persetubuhan), dan baru kemudian kamu memberitahu tentang kematian putra kita?, Abu Tholhah pun mendatangi Rosulullah dan memberitahu apa yang terjadi. Lalu Rosul SAW bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua (saat dilakukan hubungan intim). Selanjutnya Ummu Sulaim mengandung”.6

Penulis tertegun dan terkagum, betapa kesabaran wanita mengalahkan perasaan sedihnya. Dalam seksualitas amat sulit membangkitkan keinginan seksual wanita, apalagi jika ia terbawa perasaan sedih, tidak ada kamus seksual dalam otaknya. Tapi perasaan yang ditampilkan Ummu Sulaim bisa dikendalikan, justru ia bisa membangkitkan libido suaminya dan mampu menghibur serta melayaninya hingga mencapai orgasme. 

Begitu suaminya terpuaskan, baru ia menceritakan berita duka putranya. Siapakah yang dikendalikan perasaan dalam kasus ini?, Belum tentu wanita itu lemah. Mungkin secara fisik iya, tapi secara psikis fakta diatas menepisnya. Bahkan secara seksual lelaki yang sering memaksa dan meminta untuk dilayani oleh wanita kenyataannya tidaklah sekuat wanita itu sendiri. 

Tiap kali melakukan hubungan intim pria selalu terpuaskan, tapi belum tentu pasangannya meraih kepuasan itu. Bukankah yang sering mengkonsumsi “obat kuat” seksual itu adalah lelaki karena banyaknya kasus ejakulasi dini sebelum wanita mendapatkan orgasmenya. 

Lebih ekstrim adalah tindakan Annable Chong.7 Dia merelakan tubuh moleknya disetubuhi 251 laki-laki, dan semua pria itu terkulai lemas setelah ejakulasi sementara Chong masih tegar. Adegan itu juga direkam dan diedarkan melalui kepingan VCD. Annable Chong mengakui bahwa apa yang dilakukannya itu benar-benar berangkat dari pilihan sadar. 

Secara heroik, dia hendak menunjukkan bahwa perempuan ternyata mempunyai “power” yang besar. Perempuan mempunyai kemampuan untuk menundukkan laki-laki. Sebuah pemberontakan hegemoni patriarki melalui jalur seksual oleh wanita Singapura yang saat adegan itu dilakukan ia masih berumur 22 tahun.8 

Oleh karena itu penulis teringat kalimat aktivis gender saat dikirim pelatihan di Jogja kala itu menyeru, “Saya ingatkan pada para laki-laki ya..., bahwa vagina itu bukan tempat pembuangan sperma bagi laki-laki !!!”.

Terlalu banyak fakta hitam nasib perempuan. Sejarah menginformasikan bahwa sebelum turunnya Al-Qur’an terdapat sekian banyak peradaban seperti Yunani, Romawi, India dan Cina. Dunia juga mengenal agama-agama seperti Yahudi, Nasrani, Budha, dan Zoroaster di Persia. Namun semua agama dan peradaban besar itu tidak menempatkan wanita sebagaimana manusia.

Pada puncak peradaban Yunani, wanita merupakan alat pemenuhan naluri seks pria. Patung-patung wanita telanjang yang dapat kita lihat hingga saat ini di daratan Eropa merupakan salah satu bukti tindakan itu. Dalam pandangan Yahudi, wanita adalah sama dengan pembantu dan ia merupakan sumber laknat Tuhan.

Peradaban Hindu dan Cina lebih parah lagi, hak hidup seorang wanita harus berahir dengan kematian suaminya. Istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Tradisi ini baru berahir pada abad XVII Masehi. Kaum Arab jahiliyah terkenal dengan kehidupan dengan banyak isteri (poligami) tanpa batasan tertentu.

Saat Allah mengutus Rosululloh Muhammad SAW, maka dihapuskanlah kultur negatif dan destruktif seperti nikah dengan pelacuran terselubung tersebut lalu menggantinya dengan konsep pernikahan seperti yang kita kenal saat ini.

Jadi, Islam datang justru mengangkat dan membebaskan penindasan kaum wanita dari berbagai sisi. Sebelum Islam, wanita hanya dijadikan objek dan sekedar pemuas nafsu, tapi saat Islam hadir hak seksualitas wanita diakui. 

Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 187, “Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka”. Serta ayat 228 : “Dan bagi istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”. Kedua ayat tersebut memberi gambaran dan penegasan bahwa wanita juga berhasrat serta memiliki kebutuhan akan seksual yang sama dengan laki-laki. Ia bukan sekedar objek seksual, tapi juga sebagai subjek seksual. 

Bahkan melakukan Azl atau Coitus interuptus9 oleh semua ulama dipandang makruh meskipun boleh, karena hal itu seringkali mengorbankan wanita. Suami bisa mencapai orgasme kemudian mencabut penis, sementara isteri belum mencapainya. Nabi Muhammad juga bersabda, “Dari Anas Bin Malik, Rosul bersabda, “Apabila salah seorang diantara kalian menggauli istrinya, maka hendaklah ia menyempurnakannya. Jika ia telah terpenuhi hajatnya, sementara istrinya belum terpenuhi hajatnya, maka janganlah ia terburu-buru menyelesaikannya”. 

Hadis ini menunjukkan bahwa kesetaraan dan keadilan seksual bagi wanita diakui existensinya oleh Islam.10

Awalnya, wanita tidak diakui persaksiannya, saat islam datang wanita boleh menjadi saksi. Awalnya wanita dieksploitasi dalam poligami tanpa adanya batas jumlah, saat Islam datang poligami hanya dibatasi maksimal 4 isteri itupun dengan syarat ketat, adil. 

Awalnya wanita tidak mendapat hak waris, saat Islam datang wanita diberi warisan meski masih separo pria. Maka seorang Ibu Ayu dari Hindu Bali memilih memeluk Islam dan sambil menangis saat penulis wawancarai berkata, “Wanita Hindu tidak berhak mendapat bagian warisan, tapi Islam sangat menghargai wanita, saya bersyukur bisa mendapat hidayah memeluk Islam”. 

Jadi substansinya Islam sangat liberatif dan egaliter bagi wanita pada zamannya. Islam bukanlah agama yang mati dan statis, namun ia merupakan ajaran yang dinamis dan relevan untuk setiap ruang dan waktu sesuai terminologi sholih likulli zaman wal makan.11 Awalnya wanita terdiskriminasikan, tapi saat islam datang wanita diposisikan sama. Konsep egalitarian negara-negara Eropa maupun Amerika masih Absurd dan Utopis. 

Ketika Elizabeth Blackwill (dokter wanita pertama) menyelesaikan studinya di Geneve University pada 1849, teman-temannya yang bertempat tinggal dengannya memboikotnya dengan dalih bahwa wanita tidak wajar memperoleh pengajaran. Ketika beberapa dokter bermaksud mendirikan Institut Kedokteran untuk wanita di Philadelphia Amerika Serikat, ikatan dokter setempat mengancam untuk memboikot semua dokter yang bersedia mengajar disana.12 
Sementara banyak sejarah Islam tidak lepas dari peran wanita. Aisyah13 istri nabi Muhammad menjadi panglima dalam perang Jamal. Rufaidah Binti Sa’ad menjadi pelopor keperawatan dimasa Nabi SAW, bahkan Al-Qur’an menyebut Ratu Bulqis. Berikut adalah ratu-ratu yang diakui oleh rakyatnya dan dikenang dalam simbol uang logam, seperti Razia Sultan (634 H) di New Delhi, Syajarotud Dur di Kairo, Kultugh Turkan (681 H/1282 M), Padishah Khatum (1295), Abs Khatum (1287), dan Dawlat Khatun di dinasti Mongol. Sultana Fatima (1679-1682) di Asia tengah, Sultana Khadija (1379) di Maldives, Tajul Alamuddin shah (1641-1675), Nur Alamuddin Shah (1678-1688), Inayat Shah Addin Shah (1678-1688), dan Kamalat Shah (1699) di Sumatra. Adapun perempuan yang berperan secara tidak langsung, yang turut mengambil keputusan-keputusan politik pemerintahan, yaitu Khayzuran Istri Kholifah Al-Mahdi, ibu dari Al-Hadi dan Harun Rosyid yang berpengaruh dalam keputusan-keputusan penting politik kenegaraan dinasti Abbasiyah.14 Wallahu a'lam. ● Idris Mahmudi, Amd.Kep, M.Pd.I
Penulis adalah Dosen dan Sekretaris LP-AIK Unmuh Jember

1 Shihab. Al-Misbah Jilid 2, Lentera Hati, 2011. Ciputat. Hal. 513-515.
2 Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Sygma Publishing, 2010. Bandung. Hal. 45&48.
3 Lihat Shihab. Al-Misbah Jilid 6 hal. 621 dan jilid 15 hal. 101. Lentera Hati, 2011. Ciputat.
4 Idem. Hal. 622.
5 Shihab. Al-Misbah Jilid 2, Lentera Hati, 2011. Ciputat. Hal. 513-515.
6 Anak yang lahir dari hubungan intim pasca kematian itu diberi nama Abdulloh dan langsung ditaghnik oleh Rosul SAW sendiri. belakangan dari Abdulloh terlahir 9 putra yang semuanya alim dalam bacaan Al-Qur’an. Lihat Salim Bin “Ied Al-Hilali, Syarah Riyadhush Shalihin Jilid 1, Pustaka Imam Syafi’i, 2013. Jakarta. Hal. 200-202.
7 Dia adalah wanita Singapura dari keluarga kaya dan berpendidikan, sedang menempuh S3 bidang Cultural Studies di Amerika.
8 Lihat jurnal PRIMA FISIP Universitas Jember volume 4. 2005. Hal. 40-41.
9 Melakukan hubungan seksual dimana saat akan ejakulasi suami menarik penis dari vagina dan mengeluarkan spermanya diluar vagina.
10 Mahmudi, Seks Islami. Dianloka Pustaka, 2009. Jogja. Hal. 62.
11 “Relevan untuk setiap waktu (kapan pun itu) dan tempat (dimanapun itu). Lihat Sri Lum’atus Sa’adah, “Peta Pemikiran Fikih Progresif”, Pustaka Pelajar, 2012. Yogyakarta. Hal. 19.
12 Shihab. Al-Misbah Jilid 2, Lentera Hati, 2011. Ciputat. Hal. 507.
13 Beliaulah wanita yang paling banyak, menghafal dan meriwayatkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diantara para sahabat yang lainnya. lebih dari dua ribu hadis melalui jalurnya terutama terkait privasi suami-isteri.
14 Ridwan, Dasar-Dasar Epistemologi Islam, CV Pustaka Setia, 2011. Bandung. Hal. 423-424.
Lebih baru Lebih lama