Seni Dan Budaya, Bagaimana Muhammadiyah Bersikap?

Ahamad Dahlan Memainkan Biola

Manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Makhluk yang membutuhkan orang lain. Apalagi disaat era yang seperti ini, kebutuhan akan orang lain menjadi mutlak dibutuhkan. 
Saat manusia ingin makan sebagai kebutuhan dasar, manusia membutuhkan lauk, pauk yang tidak bisa dicukupi sendiri oleh satu orang. Tantangan yang didapatkan lebih besar ketimbang hidup bersama dengan manusia yang lain.
Bisa kita lihat dalam tayangan pop di televisi, sebuah reality show tentang tantangan yan dihadapi oleh manusia yang hidup sendiri di suatu tempat, di bentang luas Alaska, dengan tantangan alam yang begitu besar. Memperoleh makanan dengan penuh perjuangan. 
Membangun shelter sebagai tempat tinggal pun menjadi sebuah hambatan yang membutuhkan mental yang sangat kuat.  Belum lagi ancaman hewan buas seperti beruang maupun binatang buas lainnya.
Disinilah letak eksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk yang membutuhkan manusia yang lain. Peradaban manusia terbangun dengan adanya kebutuhan manusia satu dengan yang lain.
Walaupun toh, peradaban manusia  masih diperdebatkan adanya. Munculnya pemikiran dari filsuf Hobbes dan JJ Rousseau yang saling bertolak belakang dalam menjelaskan terbangunnya peradaban dunia.
Hobbes yang berpendapat bahwa peradaban dunia setelah terjadinya perang. Hakekatnya, manusia itu penuh dengan kekerasan. Lawan pendapat ini adalah JJ Rousseau yang mengatakan bahwa peradaban dunia ini terjadi karena manusia saling bekerjasama.Mari kita simpan perdebatan abadi itu. Yang jelas, peradaban dunia itu memunculkan sebuah kebudayaan.
 Kebudayaan yang merupakan hasil dari budi dan akal manusia. Seni, semisal seni musik, seni rupa, seni lukis muncul dari kebudayaan manusia. Pada dasarnya, manusia itu memiliki perasaan yang menyenangi keindahan. Keindahan baik yang bersifat material maupun bersifat abstrak. 
Lalu Bagaimana Dengan Sikap Muhammadiyah?
Muhammadiyah memandang bahwa manusia itu memiliki perasaan yang halus dan menyenangi keindahan. Muhammadiyah memandang manusia memiliki rohani, hati nurani, akal rasio, emosi, imajinasi atau perasaan, dan manusia juga memiliki nafsu. Nafsu di dalam ranah pemikiran Muhammadiyah adalah an nafs al-mutmainah, yang mengajak kepada kebaikan. 
Maka Muhammadiyah melihat budaya dengan pendekatan bayani, burhani, dan Irfani sepanjang tidak bertentangan dengan Agama Islam, dan sebagai ladang untuk berdakwah.
Muhammadiyah melihat budaya sebagai empati terhadap perkembangan seni tradisi yang membuka ruang publik untuk mengembangkan seni tradisi Islami seperti penyelenggaraan festival budaya, halaqah budaya dan sebagainya.
Penulis: I.G. El Muhammady
Inset foto: https://news.schmu.id/dakwah-muhammadiyah-lewat-seni-budaya/ 

 

 


Lebih baru Lebih lama