BUNGA GOT (tempat aliran air).

Ilustrasi: Got
Kamis, 27 Oktober 2021, saat ku melintas di ruas jalan Klakah Lumajang yang sudah langganan macet, dan kali ini tambah macet.
Pinggir jalan dirapikan, diperbaiki, diberi saluran air (GOT), pasti harapannya nanti jalan akan lumayan bertambah luas, karena pinggir jalan juga dipadatkan, sehingga jalan menjadi kuat untuk menerima beban berat, termasuk Truk pengangkut bermacam- macam kebutuhan manusia, terutama Truk pengangkut pasir. Yang berderet- deret berjalan pelan.

Pekerjaan tersebut pasti memerlukan dana yang cukup besar. Karena yang dikerjakan cukup panjang juga tentu makan waktu yang cukup lama pula. Sehingga jalur jalan yang sudah langganan macet, tambah macet, plus sedang hujan.

Tentu Pemerintah berfikir keras bagaimana caranya ARUS transportasi semakin nyaman, aman dan lebih cepat.

Seiring pertumbuhan penduduk yang semakin padat.

Sedang penambahan Jalur Jalan, sangat pelan.

Semoga pembangunan GOT plus lebar bahu jalan cepat selesai dan jalan di Klakah semakin lancar dan laju kendaraan bisa lebih cepat.

Aamiin.

Bagaimana susah payahnya Pemerintah dan rakyat membangun dan merapikan tata kota/wilayah, agar masyarakat bisa nyaman dan aman saat menyusuri jalan.

Di sekitar kita yang sudah dibangun saluran air lengkap dengan lubang-lubang yang terhubung dari jalan ke saluran air (got), sehingga saat hujan, air leluasa mengalir ke Got.

Eh...malah berubah wajah. Di atasnya tumbuh bangunan-bangunan yang tidak sesuai perencanaan tata kota/wilayah.

Banyak masyarakat membuka usaha, mencari penghasilan dengan berjualan yang awalnya membangun ala kadarnya, namun lama-lama menjadi permanen, awalnya satu, dua, lama-lama bertambah banyak.

Akhirnya terjadi permasalahan, yakni mengganggu pengguna jalan yang lain.

Dan tiba saatnya hujan deras, ruas jalan berubah menjadi SUNGAI, air mengalir dengan deras, tentu saja aliran air itu beban berat bagi ruas jalan. Belum lagi setelah hujan redapun masih banyak air yang tersisa menggenang, air terhalang mengalir ke Got karena bangunan-bangunan tersebut. Ditambah lagi arus kendaraan yang tiada henti.

TANGIS ruas jalan yang nyaris tidak pernah kita dengarkan.

Mengapa membuat bangunan di atas GOT...

Tentu ada alasannya.

Tempat itu sangat setrategis,

Banyak orang lewat, atau calon pembeli.

Akses mudah dan cepat.

GRATIS, tidak perlu membayar permeter tanahnya. Padahal di situ harga tanahnya sangat mahal

Di atas GOT adalah tanah bebas, tidak ada yang marah atau menuntut saat mendirikan bangunan.

Tidak perlu mengutus ijin usaha,

Tidak perlu IMB ( ijin mendirikan bagunan)

Bangunan sederhana dan yang paling mendasar adalah

Tuntutan ekonomi, karena perut tidak mudah diajak kompromi. Cari makan untuk anak istri. dll

Kadang kita menggerutu, tidak sabar, marah, saat jalanan macet, saat kita punya urusan sangat mendesak ingin cepat sampai,

Ruas jalan ikut termakan bangunan, belum lagi ada yang sedang parkir, orang yang belanja di usaha orang yang membuat bangunan di atas GOT atau trotoar, maka jalan menjadi sempit dan macet.

Kita protes, karena merasa hak pengguna jalan terhalang oleh bangunan- bangunan di atas GOT atau trotoar.

Bahkan sempat berfikir, bagaimana KEHALALAN dan Ke-Thoyyiban dari hasil usaha tersebut. Mereka berjualan di atas tanah yang bukan haknya. mengganggu hak orang lain.

Merusakkan sarana, merusak keindahan kota.dll.

Tapi kita sendiri juga LUPA, kalau diantara kita sendiri juga kadang MENDUKUNG orang-orang yang berjualan di atas GOT atau trotoar.

Bagaimana bisa, kita mendukung....

Karena kita IKUT BERBELANJA di situ, berarti kita setuju dan mendukung untuk mereka tetap berjualan dan tinggal di situ.

Lain cerita dan lain kesudahannya jika kita dengan sabar berbelanja ke tempat yang semestinya.

Lalu APA yang bisa kita lakukan....

Agar usaha mereka menjadi Halalan Thoyyiban, berkah, plus lingkungan terjaga, TERTIB, indah dan asri.... tidak macet....

Ruas jalan awet,

Menghemat dana negara,

Got lancar...

Tidak banjir...

Dan seterusnya!.

Nurul Q.

Kereta Tawang Alun

Ahad, 07 November 2021
Lebih baru Lebih lama