Guru Besar UNEJ: Nomofobia dan Narkoba 'Virus' Mematikan Saat Ini

Prof Dr Hairus Salikin, MEd saat mengisi Pengajian Ahad Pagi Al-Khoir PCM Kaliwates
Pengajian Al-Khoir yang rutin dilaksanakan setiap pekan ketiga Cabang Muhammadiyah Kaliwates pada Ahad (16/2/2020) kemarin menghadirkan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Prof Dr Hairus Salikin, MEd sebagai pembicara.

Pengajian yang dilaksanakan di Masjid Al Muttaqin daerah Talangsari itu membahas bahaya 'virus' nomofobia dan narkotika serta obat terlarang. Nomofobia adalah kepanjangan dari no mobile phone fobia, ketakutan seseorang ketika tidak memegang telepon selular.

Di depan puluhan jamaah pengajian, Hairus menyatakan bahwa 'virus' yang ini menurutnya lebih membahayakan dari virus Corona saat ini yang telah membunuh lebih dari 1000 orang.

"Wabah ini luar biasa dampaknya, meski memang berjalan lambat tapi pasti. Tidak sadar kita akan digerogoti oleh penyakit ini," ujar mantan Dekan FIB ini.

Menurut wikipedia wabah ini diteliti sekitar 2010 an, yang mengatakan kecenderungan mayoritas pria dan wanita pengguna telepon genggam merasa tidak nyaman ketika mereka kehilangan telepon genggam, kehabisan baterai atau pulsa, atau berada di luar jaringan, dan beberapa orang merasa stres ketika telepon genggam mereka mati.

Sementara itu, Dr Larry Rosen seorang profesor dari California State University dalam sebuah penelitiannya menyatakan bahwa 95% penduduk Amerika Serikat membawa telepon genggam kemanapun pergi. Di Inggris menurut penelitian Rosen, 65% penduduknya dipastikan membuka telepon genggamnya setiap 10 menit.

"Di Indonesia bahkan yang menyedihkan adalah saat khutbah jumat ada yang memainkan telepon genggam dan tidak mendengarkan khutbah," heran Hairus.

Hairus menjelaskan bahwa saat ini alam bawah sadar manusia sulit dipisahkan dari telepon genggam. Telepon genggam telah menggerus kontak sosial antar manusia, bahkan antara pasangan suami istri.

"Ini saya alami sendiri ketika cucu saya yang saat itu berusia 3 tahun sudah mengenal telepon genggam. Jadi saat menangis oleh orangtuanya akan dibukakan handphone dan dia jadi diam tidak menangis," ujarnya.

Jamaah pengajian diingatkan oleh Hairus, apa yang dilakukan pada 10 menit pertama bangun tidur, apakah kita tidak lupa berdoa bangun tidur atau tiba-tiba meraih telepon genggam kita dan mengecek chat di dalamnya?

"Benar apa yang Rasullah sabdakan dulu, Man Ahabba Syai'an Fa Hu Wa Abduhu, orang juga bisa diperhamba oleh apa yang dicintainya, kasus nomofobia ini salah satunya," ujar Hairus.

Narkoba

Kasus kedua yang perlu diperhatikan, menurut Hairus adalah merebaknya penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang utamanya di kalangan anak muda.

"Saya biasa memberi tausiyah dan sharing kepada penghuni lapas selama ini, di Jember dan Bondowoso. Dan di sana saya melihat banyak penghuninya karena kasus narkoba," ungkap Hairus.

Bahkan menurut Hairus, yang membuat dia miris ada beberapa penghuni lapas adalah mahasiswanya yang terjerat narkoba.

Menurut Hairus, saat ini kita bukan hanya perang melawan narkoba tapi sudah masuk ranah jihad melawan narkoba. Karena fenomena pemakaian narkoba menyasar semua usia.

"Sudah jadi tugas kita, untuk menjaga keluarga dan lingkungan atas penggunaan narkoba karena mereka sebagian besar tidak paham dan tidak tahu mengenai narkoba," jelas Hairus.

Di akhir ceramahnya Hairus mengingatkan kepada jamaah pengajian agar mengawasi keluarga dan lingkungan lebih ketat sehingga bisa terhindar dari pengaruh narkoba.

Kegiatan pengajian diakhiri dengan makan nasi pecel bersama jamaah pengajian. (maghfur)
Lebih baru Lebih lama