Politik Kekuasaan Vs Politik Nilai, Antara Pemimpin dan Pemimpi

Politik kekuasaan Vs Politik Nilai
Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebuah organisasi gerakan dakwah islam amar makruf nahi mungkar berdasarkan al Quran dan as sunnah yang bertujuan mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar benarnya. Setiap gerak langkahnya sangat terukur. Karena telah memiliki pondasi yang kokoh baik yang bersifat ideologis maupun operasional organisatoris. Ada matan keyakinan, ada kepribadian, ada khitah perjuangan, ada 12 langkah, ada pedoman hidup islami warga muhammadiyah, tentu ada juga muqadimah anggaran dasar, AD, ART dan keputusan kebijakan strategis lainnya.

Norma tersebut lebih dari cukup untuk dijadikan pedoman, dan panduan dalam mengelola dan mengembangkan Muhammadiyah melintasi zaman, dan itu telah teruji dan terbukti. Persoalannya adalah apakah Pimpinan, pengelola AUM, anggota dan warga Muhammadiyah sudah memahami dengan baik dan benar. Ketika sudah faham, apakah mereka mengindahkan dan melaksanakannya dengan baik dan benar pula. Adakah kesungguhan mereka untuk istoqomah dalam menjunjung tinggi dan menegakkannya dengan baik dan benar.

Misalnya, di aspek Politik Kekuasaan atau politik praktis yang kini sedang booming dihadapan kita, sangat terasa adanya dorongan kuat untuk melibatkan Muhammadiyah dikancah politik kekuasaan tersebut. Apapun alasannya, kenyataannya PWM Jawa Timur telah membuat instruksi pemenangan Najib Hamid, wakil ketua PWM Jawa Timur sebagai DPD RI dari Jawa Timur, dengan asumsi Kader Muhammadiyah untuk Bangsa. Sebagai struktur organisasi yang ada dibawahnya PDM Jember pun wajib melaksanakan instruksi tersebut, tentu sesuai kemampuan optimal yang dimilikinya.

Satu diantaranya adalah mendorong dibentuknya Team Pemenangan Tingkat Kabupaten Jember oleh Team Pemenangan tingkat PWM Jawa Timur dan memberikan mandat penuh kepada Tim tersebut untuk membentuk jaringan pemenangan hingga ditingkat Cabang dan Ranting. Pelibatan dalam politik kekuasaan ini tentu sangat menyita dan bahkan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit baik tenaga, fikiran maupun finansial. Bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya gesekan kepentingan baik internal maupun ekternal muhammadiyah.

Padahal sejak awal berdiri hingga kini, Muhammadiyah tetap berwatak sosial kemasyaratan keagamaan, yang cenderung filantropi, kedermawanan, lebih baik memberikan apa yang miliki untuk pihak lain, dan tidak meminta ataupun mengambil apalagi berebut dan memperebutkan sesuatu yang masih menjadi hak bersama. Pergeseran gerakan ini, bisa saja menggerus bahkan menghilangkan kesadaran bermuhammadiyah yang menempatkan Politik Nilai atau politik kebangsaan sebagai titik tolak perjuangannya.

Jika ini yang terjadi, maka Mihammadiyah telah kehilangan sifat essensialnya. Maka kita tetap ingin Muhammadiyah menjadi rumah hunian yang nyaman dan aman, dapat memberikan ketenangan dan kedamaian bagi semua umat manusia, termasuk kader kader Muhammadiyah yang sedang kompetisi politik kekuasaan dari berbagai partai politik, dengan mengingatkan mereka agar dalam meraih kekuasaan harus dijiwai keadaban dan keadilan.

Pemimpin bukanlah pemimpi, walau kadangkala perlu dan dibutuhkan mimpi besar bagi seorang pemimpin, yang dirumuskan dengan bentuk vision yang jelas. Pemimpin senantiasa hadir melayani umat yang dipimpinnya, bahkan pelayanan yang dilakukan dengan jiwa Ta'awun, sang penolong. Pemimpin tidak hanya mengelola dan memenej potensi umat tapi juga harus mengubah kelemahan dan kekurangan umatnya menjadi kekuatan dan keunggulan.

Pemimpin tak gamang galau menatap masa depan dan mudah berkeluh kesah dengan keadaan yang dihadapinya, tapi tampil prima penuh optimisme dan mampu menjadi support , pendorong tumbuhkembangnya dinamika umatnya. Sedang pemimpi umumnya gampang berkhayal, tak berkesiapsiagaan menerima realitas yang Sebenarnya, bukan sekedar fiksi. Pemimpi sering menatap dinamika kehidupan secara ilusif emosional.

Mudah berbangga diri, dan sangat rentan berputus asa. Maka pemimpin seharusnya memang memimpin, bu kan memimpikan, atau bermimpi mimpi. Muhammadiyah telah banyak memberi arah, panduan, pedoman dan tuntunan agar setiap pemimpin persyarikatan adalah kader yang siap sedia sebagai teladan utama dalam segala hal, sesuai jenjang dan level masing masing.

Bagaimana jiwa Kokektifitas ditanamkan pada pemimpin pemimpin Muhammadiyah melalui Baitul Arqam, darul Arqam, latihan instruktur, latihan kepemimpinan, dan pelibatan dalam berbagai event keorganisasian. Target utamanya tumbuh kedekatan emosi dan rasa memiliki yang tinggi antara pemimpin dengan umatnya dalam wadah persyarikatan.

Juga dimaksudkan agar ada rasa puas, dan kepuasan dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinan, dimana para pemimpin mendapatkan kegembiraan dan umat yang dipimpinnya memperoleh kebahagiaan yang luar biasa. Itu, hanya dapat diwujudkan jika pemimpin punya komitmen dan rasa tanggung jawab dalam melakukan peran dan fungsinya yang jelas, yang dibarengi komitmen dan kesadaran yang tinggi bagi umat yang dipimpinnya. Semoga kita adalah pemimpin yang memimpin, bukan pemimpin yang pemimpi, apalagi pemimpi yang memimpin.

Selamat mengikuti Refreshing kepemimpinan.

Ditulis oleh:
H. Kusno, M.PdI
Ketua PDM Kab. Jember
Lebih baru Lebih lama