Tahun Baru Islam 1 Muharram, Meneguhkan Kecerdasan Spiritual

Tahun Baru Islam 1 Muharram, Meneguhkan Kecerdasan Spiritual
Tahun baru Islam 1 Muharram 1439H/2017M momentum untuk melakukan kembali kecerdasan spiritual
Mengapa kalender Islam yang spektakuler dan melegenda itu dinisbatkan pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat-sahabatnya?, Mengapa kalender hijriah dan tahun baru Islam tidak diilhami dari waktu lahirnya sang Nabi yang amat kolosal dengan tahun gajah itu?, Abrohah dengan ribuan pasukannya yang bermaksud akan menghancurkan Ka’bah, tapi konon justru hancur oleh hanya pasukan burung ababil, bahkan diabadikan dalam Qur'an Surah Al-Fil.

Mengapa kalender hijriyah dan tahun baru Islam tidak diilhami dari peristiwa turunnya wahyu saat sang Nabi berkontemplasi di gua Hiro?, Mengapa pula kalender hijriah dan tahun baru Islam tidak diilhami dari peristiwa Isra’ Mi’raj yang dahsyat itu?, Konon hanya dalam semalam Muhammad mampu menempuh jarak dari Mekkah ke Madinah lalu ke langit 7 dan dilanjut ke Sidratul Muntaha.

Andaikata kalender Islam dinisbatkan dengan kelahiran Nabi, maka apa bedanya dengan agama Nasrani dengan tahun baru Masehi yang konon diilhami oleh lahirnya Isa yang disebut Yesus itu. Andai kalender Islam dinisbatkan dengan peristiwa turunnya wahyu saat sang Nabi berkontemplasi di gua Hiro, lantas apa bedanya dengan Sidharta Gautama yang bersemadi dibawah pohon Bodhi, kemudian melahirkan agama Budha itu. Menjadi bahan lelucon imitasi yang tidak lucu.

Andai kalender Islam dinisbatkan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj nya Rasululah SAW, maka betapa para orientalis makin menyerang dan menghujat bahwa peradaban Islam dibangun dengan mitos-mitos, karena bagi mereka diantara sejarah Nabi Muhammad, peristiwa Isra’ Mi’raj lah yang paling mistis dan tidak masuk akal.

Sedangkan peristiwa hijrah merupakan satu-satunya fakta sejarah yang diakui dunia, karena dianggap paling rasional dan dilakukan dengan strategi manusiawi.

Melalui peradaban Islam itulah dimulai sehingga Yastrib diubah menjadi Madinah, kota yang menjadi rujukan sejarah yang darinya muncul Madinah Charter (Piagam Madinah) dan diakui semua kalangan sebagai benih-benih konstitusi modern. Bahkan darinya muncul konsep “Masyarakat Madani," jauh lebih awal dari pada konsep “Civil Society” nya Cicero itu.

Makna tahun baru Islam 1 Muharram

Penisbatan kalender hijriyah atau tahun baru Islam pada peristiwa Hijrah Rasulullah SAW menjadi spirit bahwa hijrah itu artinya perpindahan yang memiliki 2 makna filosofis, yakni, pergerakan dan perubahan.

Dua makna filosofis itulah substansi kehidupan. Meski di lautan luas yang asin, ternyata ikan tetap segar dan tidak berasa asin karena ia melakukan pergerakan. Sebaliknya, air yang tidak mengalir (diam) akan segera berubah warna, berbau busuk dan menjadi sarang penyakit.

Perubahan merupakan esensi, dan kunci dari kehidupan, serta sesuatu yang niscaya sebagai bentuk dinamika zaman. Manusia harus selalu melakukan pergerakan dan perubahan, menuju perubahan yang lebih baik atau positif seperti spirit hijrah yang pindah dan berubah dari masyarakat Makkah yang destruktif menuju masyarakat Madinah yang konstruktif.

Tanpa bergerak, hakikatnya manusia telah mati sebelum kematiannya itu sendiri. Tanpa melakukan perubahan ia akan tertinggal dan terjungkal akhirnya terlindas roda kehidupan. Jepang maju dengan industri dan teknologinya karena melakukan perubahan melalui spirit Kaizen-nya. Mungkin karena itu Muhammadiyah mengidentifikasi dirinya sebagai “Gerakan Islam Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar dan Tajdid."[1]

Tajdid berarti pembaharuan, yang muncul dari adanya perubahan. Dan perubahan mustahil tercapai tanpa adanya ikhtiar pergerakan. Bertahun-tahun umat manusia melakukan pembacaan mistis terhadap Al-Qur’an terutama surat Al-Ma’un, namun tetap statis dan stagnan. Di tangan Kyai Ahmad Dahlan, pembacaan Al-Ma’un teraplikasikan, menjadi spirit gerakan mewujud ratusan panti asuhan.

Peristiwa hijrah juga mengingatkan akan pentingnya meluruskan niat dan motif kita dalam hidup ini. Hal itu terlukis jelas dari sabra baginda Rasulullah SAW dalam hadits berikut,

حدثنا الحميدي عبدالله ابن الزبير قال : حدقنا سفيان قال : حدثنا يحي ابن سعيد الأنصاري قال : اخبرني محمد بن ابراهيم التيمي انه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول : سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال : سمعت رسول الله  صلى الله عليه وسلم يقول إنما الأعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى. فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله و من كانت هجرته لدنيا يصيبها أو إلى إمرأة ينكحها فهجرته الى ما هاجر اليه. (رواه البخاري)

Artinya:
“Telah meriwayatkan kepada kami Al-Humaidi Abdullah bin Az-Zubair, katanya: telah meriwayatkan kepada kami Sufyan, katanya: telah meriwayatkan kepada kami Yahya bin Sa’id Al-Anshori, katanya: telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrohim At-Taymiyyu, sesungguhnya ia mendengar bahwa Alqomah bin Waqosh Al-Laitsi berkata: telah mendengar dari Umar bin Khottob RA. berkata: Aku telah mendengar Rosululloh SAW bersabda: Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang hanya memperoleh (sesuai) apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya menuju (keridloan) Allah dan Rosulnya, maka hijrahnya itu mendapat ridho Allah dan Rosulnya. Dan barang siapa yang hijrahnya karena kepentingan dunia yang ingin diraihnya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah apa yang ia tuju." (Hadis Riwayat Bukhori)

Kronologi Asbabul Wurud hadits ini yang masyhur yaitu,

Pertama, Tatkala ada seorang lelaki Mekkah mencintai wanita, namun karena wanita ini ikut hijrah ke Madinah, akhirnya lelaki itu pun menyusul ikut hijrah ke Madinah. Motif hijrahnya bukan karena perintah Allah dan Rasul, tapi karena wanita.

Kedua, Ketika ada pria pedagang Mekkah yang sering berniaga sampai ke Madinah. Begitu ada informasi hijrah, akhirnya dia ikut hijrah juga, dengan begitu akan menghemat pengeluaran dan justru menghasilkan lebih banyak keuntungan. Sebuah langkah yang efektif efisien. Motif hijrahnya bukan karena perintah Allah dan Rosul, tapi karena bisnis ekonomis.

Berdasarkan hadits ini peneliti menemukan 3 motif utama seseorang melakukan 'pergerakan', yakni,
  1. Motif spiritual,
  2. Motif kapital,
  3. Motif seksual.
Ketiga motif di atas hampir selalu ada pada diri manusia karena hal itu bersifat 'natur'. Dalam Qur’an, motif tersebut juga nampak jelas digambarkan dalam Qur'an Surah Ali-Imran:14,

زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة والأنعام والحرث . ذلك متاع الحيوة الدنيا , والله عنده حسن المأب . (ال عمران : 14

Artinya,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (Surga).”

Ada wanita sebagai ilustrasi motif seksual. Ada harta, emas, perak, kuda, binatang ternak, dan sawah sebagai ilustrasi motivasi atas dasar kapital atau ekonomi. Serta ada pahala (surga) sebagai motif spiritual.

Hanya saja, bergantung pada masing-masing manusia itu sendiri untuk menentukan porsi manakah yang cenderung lebih besar. Jika motivasi kapital (ekonomis) lebih dominan jadilah ia materialisme-kapitalis, penghamba terhadap harta. Konsep kapitalis ini dikenalkan oleh Adam Smith melalui karya monumentalnya “The Wealth of Nation” pada 1776.

Ternyata saat ini banyak manusia yang terjebak pada motif ini, menuhankan harta dan materi seakan menjadi segala-galanya. Atas dasar motif inilah tragedi pada perang Uhud yang hampir saja menewaskan Nabi Muhammad SAW terjadi. Sebagaimana dalam kisah yang sering kita dengar, para pemanah yang dipilih oleh Rasul SAW dan ditempatkan diatas bukit Uhud berperan sangat penting dalam peperangan Uhud karena bertujuan membuka jalan untuk meraih kemenangan bagi pasukan muslim.

Akan tetapi mereka tergoda karena melihat saudara mereka sedang sibuk memungut harta rampasan (ghanimah) dari pihak musuh. Mereka terpesona dengan godaan dunia sampai sebagian dari mereka saling berkata “harta rampasan!, harta rampasan!, saudara kita telah meraih kemenangan, untuk apa kita masih tinggal disini? demi Allah kami ingin bergabung dengan mereka untuk mendapatkan harta rampasan itu”.

Akhirnya sebanyak 40 orang para pemanah itu turun meninggalkan tempat mereka untuk bergabung dengan pasukan lainnya memungut harta rampasan perang. Padahal Nabi SAW berpesan bahwa apapun yang terjadi pasukan pemanah jangan sampai meninggalkan tempatnya.

Kholid bin Walid (sebelum masuk Islam) dan pasukan berkudanya menggunakan kesempatan emas ini dengan mengambil jalan memutar ke arah belakang bukit dengan cepat. Hasilnya, mereka dapat menguasai bagian belakang pasukan Islam dan meraih kemenangan. Pasukan muslim kocar-kacir dan tercerai berai.

Pada peristiwa memilukan itulah Hamzah bin Abdul Mutholib (paman Nabi) terbunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak dari Jubair bin Muth’im. Bahkan Rosululloh dikabarkan meninggal. Utbah bin Abi Waqqosh melemparkan batu ke arah Rasulullah SAW hingga mengenai kepalanya yang menyebabkan gigi depan sebelah kanannya patah dan bibir bawahnya terluka.

Abdullah bin Syihab Az-Zuhry berhasil mendekati beliau dan kemudian memukulnya hingga melukai dahi Beliau. Lalu seorang penunggang kuda, Abdullah bin Qami’ah memukulkan pedangnya ke bahu Rosul dengan keras, tapi tidak sampai melukai Beliau karena terhalang oleh baju besinya. Walau begitu, pukulan tersebut membuat Rasulullah kesakitan selama beberapa bulan. Dia memukul lagi yang kedua kalinya yang mengenai kening Beliau.[2]

Betapa jika motivasi kapital (ekonomi) dijadikan segala-galanya, maka kemenangan yang sudah di depan mata pun berubah menjadi kekalahan dan derita yang tiada tara.

Sementara pada peristiwa hijrah terekam jelas dalam sejarah seseorang yang mendahulukan motivasi spiritual dan mengalahkan motif materialistis. Abdurrahman bin Auf sahabat Nabi yang terkaya di Mekkah, demi Allah dan Rosulnya memilih hijrah dan meninggalkan seluruh kekayaannya.

Dan kisah tak kalah luar biasa, Shuhaib bin Sinan dihalangi kaum kafir Quraisy saat mau ikut berhijrah, kecuali jika menyerahkan seluruh harta dan kekayaannya. Ia berkata “Bagaimana pendapat kalian jika aku serahkan semua hartaku kepada kalian tetapi kalian harus biarkan aku pergi (hijrah)?” mereka menjawab “baiklah”. Ia berkata lagi “sesungguhnya aku telah menyerahkan hartaku ini kepada kalian”.

Peristiwa Shuhaib bin Sinan tersebut sampai ke telinga Rasulullah SAW dan beliau bersabda, “Mudah-mudahan Shuhaib mendapat keberuntungan. Semoga Shuhaib mendapat keberuntungan."

Jika motivasi seksual yang lebih dominan, maka jadilah ia pemuja seks dan setiap perilakunya dilatar belakangi oleh seksualitas. Pendiri aliran psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), seorang neurolog asal Austria keturunan Yahudi dalam bukunya "Totem and Taboo" mengilustrasikan adanya Oedipus Complex.[3]

Dari teori-teori yang dicetuskannya nampak bahwa perilaku manusia hanya sekedar digerakkan oleh libido dan motif seksual. Kisah drama Romeo dan Yuliet (dari Verona Italy) karya William Shakespeare, serta kisah-kisah yang senada di berbagai belahan dunia, seperti Sampek Engtay (Cina), Qais dan Laila (Arab), Rara Mendut Pranacitra (Jawa), dan Jayaprana Layonsari (Jawa kuno) memberi makna dan isyarat yang sangat signifikan. Kisah-kisah tersebut membuktikan bahwa kekuatan cinta dan daya pikat seksualitas sedemikian hegemonis dalam menentukan nasib dan masa depan seseorang.

Ratu Mesir, Cleo Patra juga menggunakan seks dan seksualitas untuk mengatasi kekuasaan Julio Caesar penguasa imperium Romawi.[4] Bahkan Mardiyem, seorang eks Jugun Ianfu[5] (Perempuan penghibur) yang pada 1993 melaporkan kisah hidupnya pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan menyatakan secara terbuka bahwa dirinya dikorbankan menjadi budak seks semasa penjajahan Jepang di Indonesia juga merupakan salah satu kasus yang bermotif seksual.

Sementara secara historis, Islam pernah menampilkan sosok manusia luar biasa yang motif seksualnya mampu dikalahkan oleh motif spiritualnya. Hanzhalah bin Abu amir adalah seorang pemuda yang baru saja menikah. Ketika mendengar perintah seruan untuk berjihad, dimana saat itu dia sedang berada dalam pelukan istri yang baru saja dinikahinya (sedang berhubungan intim), segera bangun dan berangkat ke medan pertempuran hingga meninggal dunia sebagai syahid.

Karena dalam keadaan junub dan aturan Islam bagi yang mati syahid tidak boleh dimandikan, maka keajaiban terjadi, yakni Rasulullah SAW menyaksikan bahwa jenazah Hanzhalah dimandikan oleh para Malaikat secara langsung. Para sahabat tidak melihat, tapi merasakan tubuhnya basah dan berbau harum. Subhanallah.

Meneguhkan Kecerdasan Spiritual

Pertanyaannya, melalui momentum tahun baru Islam dan spirit hijrah ini, dimanakah kecenderungan motifasi kita? Keikhlasan menjadi spirit tertinggi dalam peristiwa hijrah. Sudah seyogyanya yang kita cari dalam hidup ini adalah أجر من الله (pahala dari Allah), bukan sekedar أجرة من الناس (upah dari manusia).

Antara ajrun dan ujroh menjadi beda tipis. Betapa dakwah gagal, umat makin bertambah sakit dan bodoh karena kesalahan dari da’i dan mubaligh-nya sendiri. Seakan-akan telah berdakwah tapi salah orientasi. Bukan karena ilahi, tapi karena sesuap nasi. Bukan karena motif spiritual, namun karena motif materi duniawi, bahkan seringkali tanpa sungkan memasang tarif dan membicarakan amplop saat di mimbar.

Harusnya motif spiritual yang dimenangkan, karena itu menjadi sumber kehidupan yang hakiki. Bahkan Danah Zohar (Fisikawan-Teolog) dan Ian Marshall (Psikiater) dalam bukunya yang menjadi pembicaraan dunia, “Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence,” menegaskan bahwa spiritual merupakan modal kesuksesan (Spiritual Capital).[6]

Sudahkah kita memprioritaskan motivasi spiritual mengalahkan motif materi duniawi dan motif seksual?, Atau jangan-jangan justru kita telah mengorbankan motif spiritual demi mendapat kenikmatan kapital dan dahaga seksual? Jika motif meteri (kapital) dan seksual telah mendominasi, maka Allah SwT telah memperingatkan dalam Qur'an Surah At-Taubah ayat 24 yang berbunyi,

قل إن كان ءاباؤكم وأبناؤكم وإخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموها وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحب إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربصوا حتى يأتي الله بأمره . (التوبة : 24)

Artinya:
“Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."

Semoga momentum tahun baru Islam 1 Muharram 1439 Hijriyah kali ini dapat meneguhkan kecerdasan spiritual kita sebagai umat pengikut Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Aamiin. ● fhr

Ditulis Oleh:
Ust. Idris Mahmudi, Amd.Kep, M.Pd.I
Dosen & Sekretaris LP-AIK Unmuh Jember
Penulis buku
Seks Islami Ditinjau Dari Al-Qur’an, Hadis, dan Medis;
Mesra Bercinta Meski Haid Melanda.
Cp. 081336385486

Referensi:
1). Lihat Dr. Haedar Nashir, M.Si. dalam “Memahami Ideologi Muhammadiyah”, Suara Muhammadiyah, 2014. Yogyakarta. Hal. 5.
2). Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Sygma Publishing, 2010. Bandung. Hal. 201, 337-341, dan 345.
3). Sholeh, Moh. Bertobat Sambil Berobat, Hikmah, 2008. Jakarta. Hal. 33-34.
4). Soekatno, Otto. Psikologi Seks, Garasi, 2008. Jogjakarta. Hal. 16-18.
5). Jugun ianfu terbentuk dari kata “Ju” artinya ikut, dan “gun” artinya militer/balatentara, serta “ian” artinya penghibur dan “fu” artinya perempuan. Dari sini dapat dikatakan bahwa secara harfiah “jugun ianfu” artinya adalah “perempuan penghibur yang ikut militer”. Lihat Mariana, Anna. Perbudakan Seksual, Marjin Kiri, 2015. Tangerang.  Hal. 2 dan 15.
6). Lihat Pasiak, Taufiq. Tuhan Dalam Otak Manusia, Mizan, 2012. Bandung.
Lebih baru Lebih lama