Khutbah Idul Adha, Perintah Dalam Surat Al-Kautsar
Khutbah Idul Adha tentang perintah dalam surat Al-Kautsar dan keteladanan dalam diri Rasulullah, dibawakan oleh Ust. H. Kusno, M.PdI dalam sholat Ied di halaman Unmuh Jember, Jum'at (01/09/17) |
Bertindak sebagai imam ustadz Adi dari Pondok Pesantren Al-fanani dan khotib Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah kabupaten Jember, KH. Kusno, M.PdI. Ratusan jamaah berbondong-bondong memadati halaman parkir depan hingga lapangan basket Unmuh Jember sejak ba'da subuh hingga sholat hendak dimulai pukul 06.00 WIB.
Khutbah Idul Adha Surat Al-Kautsar
Idul Adha merupakan salah satu nikmat hari raya bagi ummat Islam. Dalam kesempatan tersebut, khotib membawakan khutbah seputar surat Al-kautsar, yakni betapa besarnya nikmat yang Allah berikan kepada manusia serta anjuran untuk meneladani akhlaq Rasulullah Muhammad SAW dan ketauhidan nabi Ibrahim AS.
Sejatinya, kaum beriman (mukmin) senantiasa mendapat 2 kebaikan, yakni pertama, senantiasa bersabar ketika mendapat musibah. Dan yang kedua, tak henti-hentinya bersyukur jika mendapatkan anugerah dari Allah SwT.
Hal itu semua merupakan pelajaran dalam rangka meneladani akhlaq Rasulullah yang pada dirinya terdapat 'uswah hasanah'. Allah telah menyampaikan betapa telah diberikan nikmat yang banyak pada diri Rasulullah Muhammad SAW, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslimin untuk terus mempelajari kisah nabi Muhammad SAW.
Qur'an Surat Al-Kautsar (108:1-3)
Qur'an Surat Al-Kautsar (108:1-3) |
Artinya,
"(1) Sungguh, Kami telam memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. (2) Maka laksanakanlah shalat karena Tuhan-mu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). (3) Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari Rahmat Allah)."
Ayat dalam surat Al-kautsar tersebut mengajarkan pada diri kita, tatkala mendapatkan nikmat apa pun dari Allah SwT, maka pembuktian diri sebagai insan yang bertaqwa adalah dengan mendirikan sholat dan menunaikan ibadah qurban.
Tentang seperti apa seharusnya seseorang menunaikan ibadah qurban, kisah pengorbanan saudara kakak beradik Qobil Habil bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga. Ketika Qobil berkurban dengan 'sesuatu' berupa hasil pertanian yang buruk maka Allah SwT menolaknya. Sedangkan tatkala Habil mengorbankan 'sesuatu' berupa hewan ternak yang baik maka Allah SwT pun menerima kurbannya.
Kisah Qobil Habil tersebut selaras dengan firman Allah dalam Qur'an Surat Al-Isra (17:7)
In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa'tum fa lahaa |
Artinya,
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuah jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. ..."
Jadi ketika seseorang berkurban dengan memberikan hewan qurban terbaik, maka sejatinya hal itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Daging dan darah hewan ternak untuk qurban yang mengalir sejatinya adalah untuk kebaikan orang yang bersangkutan, bukan untuk orang lain.
Maka, barangsiapa yang terbebas dari sifat kekikiran jiwanya, dialah pemenang yang sesungguhnya. Karena kikir menyandera jiwa-jiwa sehingga jauh dari kemerdekaan yang sejati. Dan ibadah qurban dengan menyembelih hewan ternak sebagaimana telah disyariatkan pada dasarnya merupakan sebuah analogi pembelajaran, yakni menyembelih sifat kebinatangan atau karakter nafsu hewani yang melekat pada diri manusia.
Manusia harus menjauhi kikir karena sifat ini merupakan salah satu diantara tiga faktor yang dapat menghancurkan diri seseorang. Faktor kedua adalah nafsu yang senantiasa menginginkan hidup selalu enak, tanpa susah payah dan berlelah-lelah. Dan yang terakhir adalah takabur atau kesombongan, yakni menolak segala bentuk kebenaran dan merendahkan orang lain.
Berusahalah untuk berqurban dengan menyembelih hewan ternak pilihan yang bagus dan baik. Allah maha baik, maka berusahalah sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik. Akan tetapi kita tidak perlu menilai dan menakar pemberian orang lain karena bisa saja kurang baik dalam pandangan manusia namun bisa saja sebaliknya di hadapan Allah SwT.
Pelajaran ketauhidan Ibrahim
Momentum hari raya idul adha dan ibadah qurban juga memberikan pelajaran ketauhidan dari nabi Ibrahim. Kecintaan kepada Allah mengalahkan rasa cintanya pada anak yang selama bertahun-tahun didambakannya. Kecintaan yang didasari oleh keyakinan berasal dari pembuktian diri, bukan hanya sekedar asumsi.
Tidak hanya mengorbankan anak yang dicintai, mengorbankan dirinya sekalipun nabi Ibrahim bersedia untuk tegaknya kalimat Allah. Ketika raja dholim Namrud memerintahkan untuk membakar Ibrahim, dia tidak sedikitpun gentar ataupun berpaling. Bahkan, tawaran bantuan dari para malaikat sekalipun hanya dijawab oleh Ibrahim dengan kalimat, "hasbiyallah," cukuplah bagiku Allah. Nabi Ibrahim tidak bersedia bergantung pada siapa pun selain Allah.
Ketauhidan nabi Ibrahim meyakini jika segala perintah Allah akan membawa kebahagiaan. Sedangkan Larangan yang Allah berikan senantiasa akan menjaga dirinya dari bencana dunia akhirat. Itulah esensi tauhid yang dicontohkan oleh nabi Ibrahim.
Khutbah idul adha yang dibawakan ustadz H. Kusno cukup menggugah kesadaran para jamaah, terbukti jamaah tetap khusyuk mendengarkan khutbah hingga diakhiri dengan doa. ● fhr