Pasang Surut Meniti Jalan Dakwah Bersama Muhammadiyah

Berdakwah di Persyarikatan Muhammadiyah memiliki resiko yang tidak semua orang bisa melaluinya. ilustrasi: K.H. Ahmad Dahlan bersama beberapa pengurus pusat Muhammadiyah saat itu. dok. MPI PP Muhammadiyah.
Tidak jarang dari kita dengan bangga menyebut sebagai aktivis dakwah persyarikatan Muhammadiyah, pejuang ideologi dan sebagainya. Namun, tidak sedikit pula yang pada kenyataannya jargon-jargon tersebut hanya sebagai lantunan indah sebatas bibir.

Berikut ini sebuah catatan oleh Dima Akhyar, selaku wakil ketua PDM kab. Jember yang dapat dijadikan sebagai bahan kontemplasi bersama:
Suatu ketika, bermuhammadiyah adalah segalanya, kegiatan lain sebahagiannya. Belakangan, bermuhammadiyah cukup sambilan saja, setelah usai yang lain dikerjakan.

Suatu ketika, bermuhammadiyah beroleh dorongan dan dukungan penuh keluarga. Belakangan, keluarga memberi aneka syarat yang makin lama makin berat.

Suatu ketika, bermuhammadiyah penuh militansi, tak ada gunung yang tinggi dan tak ada aral bisa merintangi.

Belakangan periuk nasi dan restu sana sini menjadi penentu berat ringan ayunan kaki.

Suatu ketika, bermuhammadiyah penuh percaya diri dan berani. Belakangan mulai sembunyi-sembunyi dan perilaku kancil pilek tak sadar diikuti.

Suatu ketika, ya suatu ketika. Bermuhammadiyah menjadi dongeng belaka karena seolah tak pernah menjadi nyata.
Semoga catatan kecil ini bermanfaat untuk menggugah motivasi warga persyarikatan dalam mengibarkan panji-panji Islam.

ditulis oleh:
Dima Akhyar
Wakil ketua PDM Kab. Jember
Mantan Ketua PDPM Jember
Lebih baru Lebih lama